Dukun

Hari sudah gelap ketika aku mendengar sebuah teriakan "dukun....dukun!" Samar-samar aku melihat ibuku berteriak disebuah tangga menuju lantai dua.

Tak begitu lama aku mendengar suara bapak ikut berteriak "pergi, dukun...dukun, itu dukun!"

Aku bingung mendengar orangtuaku berteriak dengan menyebut dukun, antara percaya dan tidak, karena mereka selama ini tidak percaya dukun, mengapa sekarang mereka menyuruh aku ke dukun?.

Di tengah kebingungan, aku mendengar ibu berteriak kembali, "pergi ke dukun biar matanya awas."

Tak berapa lama, dalam tidur aku merasa badanku sakit semua, engsel tulang kaki berbunyi tiap aku bergerak, kakiku seperti ada yang plintir, hampir seminggu aku mengalami ini. Belum lagi tiap bangun tidur kepalaku terasa pusing teramat pusing.

Samar-samar aku melihat siluet tubuh perempuan mendekat memijit leherku yang terasa berat. "Pasti leher belakang terasa berat ya?" bisiknya, aku tidak bisa melihat wajahnya karena samar, tapi pijitannya meringankan sakit kepalaku.

Tak berapa lama badanku terasa lemas, setelah ada orang yang memberi aku segelas kopi. Tanganku terasa berat memegang gelas kopi, akhirnya gelas kopi jatuh bersamaan dengan jatuhnya tubuh ini dari kursi.

Aku merasakan tubuhku di gotong dan dibaringkan ke tempat tidur, setelah siuman dengan jelas aku melihat temanku memberi aku segelas air yang dicampur obat.

"Itu apa, mba" aku bertanya penuh ragu

"Ini vitamin, biar badannya kuat melawan dukun" temanku berkata sambil tersenyum.

Ahh temanku yang satu ini, ibadahnya kuat, shalat tahajud dan shalat dhuha selalu rutin dia laksanakan, kenapa sekarang dia berkata dukun? Ada apa sebenarnya, samar kepalaku terasa sakit lagi.

Aku seperti terlempar ke sebuah ruangan, setelah aku mencium pipi seorang perempuan kecil yang memeluk erat tubuh ini. Semua mata tertuju padaku, aku merasa wajahku tebal dan keras seperti hulk, aku tutup wajah ini dengan kedua tanganku sambil terus beristighfar lambat laun wajahku kembali seperti semula. Tak berapa lama wajahku menebal dan keras kembali, normal lagi begitu terus berulang-ulang.

Tak berapa lama tanganku ada yang narik, aku melihat wajah nenek tersenyum padaku, nenek? Bukankah beliau sudah tenang di alam sana? Kenapa sekarang beliau duduk dihadapanku dan memegang tanganku.

Nenek memandangi wajahku penuh kasih, tak berapa lama, beliau mendekatkan mulutnya ke belakang leherku, giginya terasa tajam di leherku, aku berusaha berontak tapi tenaga nenek sangat kuat. Aku merasa leher kiri dan kanan digigit dan dihisap nenek.

Tak berapa lama nenek melepas gigitannya, beliau meludah, dan memuntahkan sesuatu dari mulutnya, aku melihat tiga  gumpalan besar  rambut jatuh dari dalam mulutnya. Itu seperti gumpalan rambutku.

Nenek mendekat dan memelukku, "tenanglah, sekuat apapun dukun, ia tidak akan kuat menandingi kekuatan Allah SWT. Bersabarlah dan berserah dirilah pada Sang Pencipta, jangan takut pada manusia, semakin ia jahat pada cucuku, semakin ia akan merasakan balasannya. Siapapun yang berbuat jahat padamu cucuku, akan berbalik pada dirinya, nur Muhammad bersamamu" Nenek mengecup keningku dan menghilang.

Aku berteriak memanggilnya, aku ingin bersama nenek karena beliau tempat aku bercerita, aku terus berteriak mengejar nenek, aku tidak mau ditinggal sendiri di dunia yang terasa kejam dan tidak adil.

Sampai akhirnya ada tangan yang menarik tanganku ke dalam pelukannya.

"Tenanglah, aku selalu ada bersamamu engkau akan selalu merasakan kehadiranku."

Sayup-sayup aku mendengar suara adzan dan aku terbangun dengan badan basah kuyup.

"Ya Allah, aku hanya berlindung padaMu, jauhkan aku dari orang-orang yang berbuat aniaya padaku, aku ikhlas dan pasrahkan padaMu, ampuni aku dan mereka sebelum  tiada, tuntun aku selalu berada di jalanMu, aamiin."

ADSN1919


Apriani1919
Apriani1919 Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam karena itu membuat aku tiada secara perlahan

Posting Komentar untuk "Dukun"

DomaiNesia
Template Blogger Terbaik Rekomendasi